Berharaplah hanya kepada Allah, karena hanya Allah lah yang tidak akan pernah mengecewakanmu. Jangan berharap kepada manusia, karena engkau akan kecewa. Imam Syafi’i mengatakan, “Ketika hatimu terlalu berharap pada seseorang, maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya pengharapan supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui orang yang berharap pada selain-Nya, Allah menghalangi dari perkara tersebut semata agar ia kembali berharap kepada Allah.” Maka, apabila kita memiliki harapan kepada sesama manusia, kembalilah berharap itu kepada Allah SWT. Kenapa? Karena kalau kita terlalu berharap pada manusia, kita pasti akan kecewa. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib ra. pernah bersabda, “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” Berharaplah hanya pada hanya pada Allah Ta’ala, Dzat yang paling tinggi. Tak ada yang menandingi. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap,” QS. Al-Insyirah 8 Allah Ta’ala pun berfirman “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” QS. Al-Insyirah 5-6. Ini merupakan kabar gembira yang sangat besar, bahwa ketika ditemui sebuah kesulitan pasti akan diiringi dengan kemudahan. Sampai-sampai, andaikan kesulitan itu masuk ke lubang biawak, niscaya kemudahan pun akan masuk ke dalamnya kemudian mengeluarkannya. Sebagaimana yang tertera dalam firman Allah Ta’ala, “…Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” QS. Ath-Thalaq 7 Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda “Sesungguhnya bersama kesedihan itu ada jalan keluar dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.” HR. Ahmad. Hal ini pun diperkuat tafsir dari Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di yang menyatakan, satu kesulitan tidak akan pernah mungkin mengalahkan dua kemudahan. Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Tidaklah seorang Mukmin ditimpa rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapus dosa-dosanya dengan sebab itu.” HR. Muslim, Ini semua lagi-lagi menjadi bukti bahwa kesulitan yang dihadapi manusia tidak akan selamanya. Ibarat hujan, ia akan berhenti dan melengkungkan warna indah pelangi. Ketika kita dilanda kesedihan, perbanyak istighfar mampu menjadi jalan kesembuhan bagi kesedihan kita. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa memperbanyak istighfar mohon ampun kepada Allah niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rizki yang halal dari arah yang tidak disangka-sangka.” HR. Ahmad, Al Musnad Umar bin Khattab radhiyallahu anhu pun pernah bersabda, “Sebaik-baiknya kehidupan yang kami dapati adalah dengan kesabaran.” Karena kesabaran mampu menyentuh langit dan menurunkan kasih sayang Allah Ta’ala kepada kita, sehingga Dia hilangkan kesulitan dan kedukaan kita karenanya. Astaghfirullah! Ya Allah, ampuni hamba yang terlalu berharap kepada selain-Mu. Kau telah timpakan pedihnya pengharapan selain kepada-Mu. Ya Allah, izinkanlah kami untuk selalu berharap kepada-Mu ya Rabb, agar kami terhindar dari kekecewaan karena terlalu berharap kepada selain-Mu. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu berharap hanya kepada Allah. Hits 9966 Sri Wahyuni Continue Reading
Karenasemakin banyak berharap ke makhluk makin tidak enak hati kita, gelisah, kecewa dan tersinggung," kata Aa Gym dikutip dari Kanal YouTube Aa Gym Official, Rabu (2/3/2022). Dalam Islam, Aa Gym melanjutkan, diperbolehkan berharap pada makhluk sebatas untuk kebaikan umat atau membuat lebih dekat pada Allah SWT.
Home » Islam Penulis Unknown Ditayangkan 10 Mar 2017 Setiap orang pastilah sangat senang jika mendapatkan pertolongan. Saat diri kita tengah susah dan perasaan diri sendiri sudah tak kuat menahan segala hal yang ada. Maka yang berada dalam pikiran hanyalah satu, yakni bagaimana caranya untuk meminta pertolongan kepada juga Memangnya Allah Menghilang, Sampai Minta Bantuan Jin? Akibat Ini Kamu Tanggung Lho!Pernahkah Anda berharap kepada sesama manusia, misalnya saja sang kekasih? Namun, apa yang dirasakan ketika harapan tersebut tidak menjadi kenyataan atau hanya angan-angan saja? Pasti kecewa bukan? Kenapa hal ini bisa terjadi?Ketika seseorang menyimpan harapan terlalu besar kepada orang lain, dia akan terus memikirkan bahkan terobsesi agar harapannya bisa menjadi kenyataan. Hal ini akan membuat orang tersebut lupa kalau suatu saat harapannya itu bisa saja tidak menjadi yang akan Anda lakukan ketika harapan yang selama ini diidamkan tak menjadi kenyataan? Bahkan Anda harus merasakan kekecewaan yang mendalam. Di sinilah seseorang yang dikecewakan mulai berpikir, kenapa dirinya bisa merasakan kekecewaan kecewa bisa dialami seseorang karena orang tersebut terlalu menggantungkan harapannya kepada orang lain. Orang yang Anda berikan harapan, tak lain hanyalah seorang manusia biasa. Dia merupakan makhluk tiada daya serta kekuatan kecuali atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga janganlah Anda terlalu berharap besar kepada orang Anda berharap kepada Sang Pencipta Allah Subhanahu wa Ta’ala? Karena pada hakekatnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan yang menciptakan manusia dan seluruh yang ada di dunia ini. Dia Maha Mendengar apa yang diinginkan Anda tidak berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Dialah Sang Pemilik manusia yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang hanya berharap kepada Allah, InsyaAllah apapun hasilnya, dikecewakan ataupun tidak itu sudah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang akan menyerahkan semua urusannya kepada-Nya. Sekalipun yang orang tersebut terima adalah berupa juga Sering Tuli Ketika Adzan, Untuk Apa Bertanya Dimana Pertolongan Allah?Imam Syafi’i mengatakan bahwa, “Ketika hatimu terlalu berharap pada seseorang, maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya pengharapan supata mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui orang yang berharap pada selain-Nya, Allah menghalangi dari perkara tersebut semata agar ia kembali berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”Apabila Anda memiliki harapan kepada sesama manusia, kembalilah berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap,” Qs. Al Insyirah 8. islam cinta
Katakata bijak islami ini menegaskan bahwa berharap yang terbaik hanyalah pada Allah Swt.. Ia tak akan mengecewakan umat-Nya. 5. Mari Ciptakan Kesuksesan. Hari ini kita berharap untuk sebuah kesuksesan. Tapi ingat, jangan hanya diharapkan, sukses itu harus diciptakan. Siapa pun pasti mendambakan kesuksesan.
Oleh Salim A Fillah aku percayamaka aku akan melihat keajaibaniman adalah mata yang terbukamendahului datangnya cahaya“Aku”.Jawaban Musa itu terkesan tak tawadhu’. Ketika seorang di antara Bani Israil bertanya siapakah yang paling alim di muka bumi, Musa menjawab, “Aku”. Tapi oleh sebab jawaban inilah di Surat Al Kahfi membentang 23 ayat, mengisahkan pelajaran yang harus dijalani Musa kemudian. Uniknya di dalam senarai ayat-ayat itu terselip satu lagi kalimat Musa yang tak tawadhu’. “Kau akan mendapatiku, insyaallah, sebagai seorang yang sabar.” Ini ada di ayat yang keenampuluh mana letak angkuhnya? Bandingkan struktur bahasa Musa, begitu para musfassir mencatat, dengan kalimat Isma’il putra Nabi Ibrahim. Saat mengungkapkan pendapatnya pada sang ayah jikakah dia akan disembelih, Isma’il berkata, “Engkau akan mendapatiku, insyaallah, termasuk orang-orang yang sabar.”Tampak bahwa Isma’il memandang dirinya sebagai bagian kecil dari orang-orang yang dikarunia kesabaran. Tapi Musa, menjanjikan kesabaran atas nama pribadinya. Dan sayangnya lagi, dalam kisahnya di Surat Al Kahfi, ia tak sesabar itu. Musa kesulitan untuk bersabar seperti yang ia janjikan. Sekira duapuluh abad kemudian, dalam rekaman Al Bukhari dan Muslim, Muhammad Shallallaahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang kisah perjalanan itu, “Andai Musa lebih bersabar, mungkin kita akan mendapat lebih banyak pelajaran.”Wallaahu A’lam. Mungkin memang seharusnya begitulah karakter Musa, Alaihis Salaam. Kurang tawadhu’ dan tak begitu penyabar. Sebab, yang dihadapinya adalah orang yang paling angkuh dan menindas di muka bumi. Bahkan mungkin sepanjang sejarah. Namanya Fir’aun. Sangat tidak sesuai menghadapi orang seperti Fir’aun dengan kerendahan hati dan kesabaran selautan. Maka Musa adalah Musa. Seorang yang Allah pilih untuk menjadi utusannya bagi Fir’aun yang sombong berlimpah justa. Dan sekaligus, memimpin Bani Israil yang keras itu, setelah ucapannya yang jumawa, Musa menerima perintah untuk berjalan mencari titik pertemuan dua lautan. Musa berangkat dikawani Yusya ibn Nun yang kelak menggantikannya memimpin trah Ya’qub. Suatu waktu, Yusya melihat lauk ikan yang mereka kemas dalam bekal meloncat mencari jalan kembali ke lautan. Awalnya, Yusya lupa memberitahu Musa. Mereka baru kembali ke tempat itu setelah Musa menanyakan bekal akibat deraan letih dan lapar yang menggeliang dalam sanalah mereka bertemu dengan seseorang yang Allah sebut sebagai, “Hamba di antara hamba-hamba Kami yang kamu anugerahi rahmat dari arsa Kami, dan Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” Padanyalah Musa berguru. Memohon diajar sebagian dari apa yang telah Allah fahamkan kepada Sang Guru. Nama Sang Guru tak pernah tersebut dalam Al Quran. Dari hadits dan tafsir lah kita berkenalan dengan telah akrab dengan kisah ini. Ada kontrak belajar di antara keduanya. “Engkau akan mendapatiku sebagai seorang yang sabar. Dan aku takkan mendurhakaimu dalam perkara apapun!”, janji Musa. “Jangan kau bertanya sebelum dijelaskan kepadamu”, pesan Khidzir. Dan dalam perjalanan menyejarah itu, Musa tak mampu menahan derasnya tanya dan keberatan atas tiga perilaku Khidzir. Perusakan perahu, pembunuhan seorang pemuda, dan penolakan atas permohonan jamuan yang berakhir dengan kerja berat menegakkan dinding yang nyaris minta kita belajar banyak dari kisah-kisah itu. Kita belajar bahwa dalam hidup ini, pilihan-pilihan tak selalu mudah. Sementara kita harus tetap memilih. Seperti para nelayan pemilik kapal. Kapal yang bagus akan direbut raja zhalim. Tapi sedikit cacat justru menyelamatkannya. Sesuatu yang sempurna’ terkadang mengundang bahaya. Justru saat tak utuh, suatu milik tetap bisa kita rengkuh. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Maa laa tudraku kulluhu, fa laa tutraku kulluh.. Apa yang tak bisa didapatkan sepenuhnya, jangan ditinggalkan semuanya.”Kita juga belajar bahwa membunuh’ bibit kerusakan ketika dia baru berkecambah adalah pilihan bijaksana. Dalam beberapa hal seringkali ada manfaat diraih sekaligus kerusakan yang meniscaya. Padanya, sebuah tindakan didahulukan untuk mencegah bahaya. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih.. Mencegah kerusakan didahulukan atas meraih kemashlahatan.”Dan dari Khidzir kita belajar untuk ikhlas. Untuk tak selalu menghubungkan kebaikan yang kita lakukan, dengan hajat-hajat diri yang sifatnya sesaat. Untuk selalu mengingat urusan kita dengan Allah, dan biarkanlah tiap diri bertanggungjawab padaNya. Selalu kita ingat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sultan yang dimakan fitnah memenjarakan dan menyiksanya. Tapi ketika bayang-bayang kehancuran menderak dari Timur, justru Ibnu Taimiyah yang dipanggil Sultan untuk maju memimpin ke garis depan. Berdarah-darah ia hadapi air bah serbuan Tartar yang bagai awan gelap mendahului fajar hendak menyapu musuh terhalau, penjara kota dan siksa menantinya kembali. Saat ditanya mengapa rela, ia berkata, “Adapun urusanku adalah berjihad untuk kehormatan agama Allah serta kaum muslimin. Dan kezhaliman Sultan adalah urusannya dengan Allah.”Iman dan Keajaiban yang MengejutkanSubhanallah, alangkah lebih banyak lagi ibrah yang bisa digali dari kisah Musa dan Khidzir. Berlapis-lapis. Ratusan. Lebih. Tapi mari sejenak berhenti di sini. Mari picingkan mata hati ke arah kisah. Mari seksamai cerita ini dari langkah tertatih kita di jalan cinta para pejuang. Mari bertanya pada jiwa, di jalan cinta para pejuang siapakah yang lebih dekat ke hati untuk diteladani?Musa. Bukan Karena di akhir kisah Sang Guru mengaku, “Wa maa fa’altuhuu min amrii.. Apa yang aku lakukan bukanlah perkaraku, bukanlah keinginanku.” Khidzir hanyalah’ guru yang dihadirkan Allah untuk Musa di penggal kecil kehidupannya. Kepada Khidzir, Allah berikan semua pemahaman secara utuh dan lengkap tentang jalinan pelajaran yang harus ia uraikan pada Rasul agung pilihanNya, Musa Alaihis Salaam. Begitu lengkapnya petunjuk operasional dalam tiap tindakan Khidzir itu menjadikannya sekedar sebagai operator lapangan’ yang mirip malaikat. Segala yang ia lakukan bukanlah perkaranya. Bukan orang yang menyebut diri Sufi mengklaim, inilah Khidzir yang lebih utama daripada Musa. Khidzir menguasai ilmu hakikat sedang Musa baru sampai di taraf syari’at. Maka seorang yang telah disingkapkan baginya hakikat, seperti Khidzir, terbebas dari aturan-aturan syari’at. Apa yang terlintas di hati menjadi sumber hukum yang dengannya mereka menghalalkan dan mengharamkan. Ia boleh merusak milik orang. Ia boleh membunuh. Ia melakukan hal-hal yang dalam tafsir orang awwam menyimpang, dan dalam pandangan syari’at merupakan sebuah pelanggaran Al Qurthubi sebagaimana dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Barii, membantah tafsar-tafsir ini. Pertama, tidak ada tindakan Khidzir yang menyalahi syari’at. Telah kita baca awal-awal bahwa semua tindakannya pun kelak bersesuaian dengan kaidah fiqh. Bahkan dalam soal membunuh pun, Khidzir tidak melanggar syari’at karena ia diberi ilmu oleh Allah untuk mencegah kemunkaran dengan tangannya. Alangkah jauh tugas mulia Khidzir dengan apa yang dilakukan para Sufi nyleneh semisal meminum khamr, lalu pengikutnya berkata, “Begitu masuk mulut, khamr-nya berubah menjadi air!”Tidak sama!Kedua, setinggi-tinggi derajat Khidzir menurut jumhur ulama adalah Nabi di antara Nabi-nabi Bani Israil. Sementara Musa adalah Naqib-nya para Naqib, Nabi terbesar yang ditunjuk memimpin Bani Israil, seorang Rasul yang berbicara langsung dengan Allah, mengemban risalah Taurat, dan bahkan masuk dalam jajaran istimewa Rasul Ulul Azmi bersama Nuh, Ibrahim, Isa, dan Musa jauh lebih utama daripada Khidzir.“Hai Musa, sesungguhnya Aku telah melebihkan engkau dari antara manusia, untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara secara langsung denganKu.” Al A’raaf 144Ketiga, Allah memerintahkan kita meneladani para Rasul yang kisah mereka dalam Al Quran ditujukan untuk menguatkan jiwa kita dalam meniti jalan cinta para pejuang. Para Rasul itu, utamanya Rasul-rasul Ulul Azmi menjadi mungkin kita teladani karena mereka memiliki sifat-sifat manusiawi. Mereka tak seperti malaikat. Juga bukan manusia setengah dewa. Mereka bertindak melakukan tugas-tugas yang luar biasa beratnya dalam keterbatasannya sebagai seorang keagungan para Rasul itu terletak pada kemampuan mereka menyikapi perintah yang belum tersingkap hikmahnya dengan iman. Dengan iman. Dengan iman. Berbeda dengan Khidzir yang diberitahu skenario dari awal hingga akhir atas apa yang harus dia lakukan –ketika mengajar Musa-, para Rasul seringkali tak tahu apa yang akan mereka hadapi atau terima sesudah perintah dijalani. Mereka tak pernah tahu apa yang menanti di mereka tahu hanyalah, bahwa Allah bersama mereka.
Barangsiapa menyertakan Allah dalam setiap harapan dan niatnya, juga ketika ia menanam harapan itu dalam hati dan jiwa, pasti Allah akan mengabulkan apa yang ia minta." Oemar Mita. Harapan adalah suatu asa atau sesuatu yang ingin kita wujudkan. Harapan akan membuat kita terpacu dan termotivasi untuk melakukan suatu hal. Maka dari itu kita harus selalu memiliki harapan.
Berharap Hanya Kepada Tuhan Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia. — Imam Ali ibn Abi Thalib karamallahu wajhahKita sering membaca kata bijak tentang berharap kepada Tuhan. Namun terkadang kata-kata bijak itu hanya berhenti di bibir, atau sekadar jadi etalase di status kita di media sosial. Dalam kenyataannya, walau kita tahu artinya, namun saat kita mengira seseorang akan memenuhi harapan kita namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya, kita kecewa, atau kadang sakit hati, atau kadang malah mutung dan berbalik adalah tak jarang orang menggunakan kata bijak hanya untuk menghibur diri, tidak untuk direnungkan, dikaji dan diamalkan. Sehingga sebagian orang terkadang bersikap dan bertindak secara berkebalikan dengan kata-kata bijak yang sering dia baca dan sebar-sebarkan. Orang terkadang lupa di mana mesti menempatkan harapan semacam itu. Kalau suatu keinginan dan/atau harapan diletakkan di hati, dengan harapan penuh agar keinginannya tercapai, maka niscaya akan timbul kekecewaan tradisi tasawuf, hati itu idealnya tidak boleh menghadap ke dunia, sebab, sebagaimana sering dikatakan para Sufi, “hati adalah singgasana Allah.” Hati semestinya menghadap ke Tuhan dalam segala keadaan, entah itu dalam ritual ibadah maupun dalam kegiatan sehari-hari — bahkan kalau bisa hati tetap menghadap Tuhan saat tidur agar seseorang bisa sampai pada kondisi sebagaimana disabdakan oleh kanjeng nabi, “kedua mataku tidur, namun hatiku tidak.” Karenanya, hati perlu dibersihkan setiap saat tazkiyatun nafs agar hati hidup dan tersingkaplah hijabnya sehingga mata batin atau visi ruhani basyirah menjadi tajam. Kalau hati diisi dengan harapan-harapan duniawi, seperti berharap agar seseorang memenuhi keinginannya, atau setidaknya memuaskan maunya sendiri, maka itu dapat dikatakan sama dengan menggunakan hati tidak pada seseorang meletakkan harapan dan keinginan duniawi pada hatinya, maka hawa-nafsu akan menumpang dan mengendalikannya. Bahkan boleh jadi keinginan itu sendiri bersumber dari hawa nafsu tersebut. Seandainya seseorang tidak eling lan waspada, maka dirinya akan berharap pada ekspektasinya itu dan menempatkan Tuhan agar memenuhi ekspektasinya yang telah dipengaruhi hawa nafsu. Bila ekspektasi tak terpenuhi, hati menjadi kecewa, walau pikiran tahu bahwa harapan mestinya hanya pada Tuhan. Ia lupa bahwa hatinya sebenarnya menghadap ke ekspektasinya sendiri, bukan ke Tuhan. Namun pada saat yang sama ia tak berani menyalahkan Tuhan karena pikirannya tahu bahwa Tuhan Maha Benar dan Mahamengetahui apa yang terbaik buat hambaNya — karenanya ia lalu perlu melampiaskan kekecewaan hawa nafsunya kepada siapa saja yang membuatnya merasa kecewa orang lain, situasi, kondisi dan sebenarnya yang melukai hati atau mengecewakan hati dan menerbitkan amarah pada diri sebenarnya adalah keinginan dan ekspektasinya sendiri yang diselubungi hawa nafsu. Dengan mengingat bahwa keinginan biasanya, meski tak selalu, muncul dari sifat dan hawa nafsu, maka, nafs kita sendirilah yang sebenarnya menyakiti “diri” kita sendiri — inni kuntu minadhalimiin… Kekecewaan yang ditahan-tahan di hati akan tumbuh menjadi amarah, juga kebencian yang halus, dan sewaktu-waktu akan meledak bila ada pemicunya. Itu karena diri merasa sok paling tahu apa yang terbaik bagi dirinya, terbaik bagi orang lain dan terbaik bagi keadaan. Diam-diam diri meletakkan diri pada situasi “superhuman” — manusia yang selalu lebih unggul, daripada manusia lain. Biasanya, namun tidak selalu, orang semacam ini agak sulit menghargai kemanusiaan, mudah marah atau kecewa jika ekspektasinya tak tergayuh, dan mudah menyimpan sebabnya adalah penting agar orang belajar mengenal diri agar mengenali posisi dan gerak-gerik hawa nafsunya, pikirannya, hatinya, sifatnya dan rasa-perasaan ruhaninya dzauq dalam kehidupan kesehariannya. Bila seseorang bisa berbuat adil pada dirinya sendiri, dalam arti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, maka insya Allah apapun yang terjadi atau menimpa dirinya tidak akan mengusik kedamaian hatinya, meski secara ukuran rasional sesuatu itu merugikan diri sendiri. Dalam contoh di atas, saat harapannya pada orang lain itu diletakkan di pikiran, sedang hati hanya berharap pada Tuhan, maka bila keinginannya tak tercapai, hatinya tidak akan kecewa, hati tetap tenang, karena hati yang selalu menghadap Tuhan atau selalu ingat Tuhan akan selalu yakin bahwa ketentuan Allah pasti terjadi. Dan bila hati tetap tenang dan pasrah, maka pikiran yang ditempati oleh keinginan itu akan bisa mulai melakukan aktivitas penalaran yang lebih jernih – misalnya mengkaji, menganalisis, mempelajari, mengapa hal-hal itu tidak tercapai tanpa ada unsur marah atau benci pada orang lain atau itu belajar mengenali diri pada dasarnya adalah belajar menjadi manusia yang biasa saja, agar terbiasa menjadi manusia yang bisa dan terbiasa memanusiakan manusia – dan apabila upaya belajar ini terus dilakukan dengan mujahadah dan tazkiyatun nafs yang konsisten, akan semakin besar peluang seseorang merealisasikan apa yang disabdakan oleh kanjeng nabi, yakni orang yang kenal diri, kenal Allahu a’lam.* Tri Wibowo BS Twitter/IG embahnyutz
Hanya Allah tempat ku berharap. 🌿 Hanya Allah tempat ku mohon pertolongan. •Ingat Dari Allah kita datang, dan hanya kepada Allah saja kita berharap. Berharap pada manusia hanya akan mengecewakan kita sahaja. Jangan Give up? "Sungguh, Aku benar-benar mengadu akan susah dan sedihku hanya pada Allah." [Surah Yusuf : 86] Kredit: Pemilik Asal.
– Berharap kepada Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memang satu-satunya tempat berharap. Bukan kepada manusia. Sekalipun mereka tampak cukup segala-gala, bukan berarti benar menjadikan mereka sebagai tempat berharap. وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ “dan hanya kepada Tuhanmu-lah, hendaknya kamu berharap,” demikian bunyi Qur’an surah Al-Insyirah ayat ke-8. Begitu juga dengan kata-kata Ali bin Abi Thalib. “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia.” Tidak sedikit manusia yang bimbang, lantaran merasa hidupnya begitu penuh luka dan air mata. Rasanya sulit untuk bahagia. Namun, setelah muhasabah, berhasil menyadari, hati tak akan senantiasa bahagia, kalau pribadi masih bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab, orang yang terjamin kebahagiaannya adalah ia yang sepenuhnya berserah kepada Allah. Allah yang akan selalu menjamin bahagia untuknya. Allah juga yang akan senantiasa mendekatkannya dengan kebaikan. Sang Maha Segala, tidak akan pernah mengecewakan hamba-hamba-Nya yang selalu menaruh harap, hanya kepada-Nya. Umat muslim akan makin mengerti arti kebahagiaan, bila ia telah menautkan hatinya kepada Allah. Kita juga akan selalu memeluk kedamaian hidup, jika tiap waktu mampu melekatkan segala kepada-Nya. Bila kita dekat dengan Allah–bukan hanya ketika sempit, tetapi juga saat lapang–maka apa pun yang terjadi, tak akan mencederai kedamaian. Kita juga akan terhindar dari sakitnya kecewa, yang biasa mereka rasa; mereka yang terbiasa berharap kepada selain Allah. Bagaimana kita bisa mendapat kebahagiaan secara utuh? Pandailah mencari Allah, bukan hanya saat susah. Bagaimana kita bisa mendapat ketenangan dalam hidup? Ketahuilah cara mengikat hati, agar tidak pernah melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati yang bahagia adalah hati yang selalu mengingat keberadaan Allah. Senantiasa menyadari bahwa Allah sangat dekat. Hati yang selalu sadar, bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Di sanalah, bahagia bersemayam. Kita juga harus senantiasa mengakui, bahwa bukan apa-apa, tanpa Allah Subhanahu wa Ta’ala. إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Demikian bunyi Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke-218. Berharap kepada Allah? Bagaimana jika kita punya harapan? Islam mengajarkan siapa pun yang memiliki harapan untuk melakukan beberapa hal. Ikhtiar Pertama adalah berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup. Baik materiel, spiritual, kesehatan, pun masa depan, agar selamat sejahtera, dunia dan akhirat. Ikhtiar harus berjalan sungguh-sungguh. Sepenuh hati. Semaksimal mungkin. Sesuai dengan kemampuan serta keterampilan kita. Kalaupun di tengah perjalanan usaha kita gagal, jangan berputus asa. Kita bisa introspeksi, mencoba dengan lebih keras lagi, atau menerapkan cara lain, selama tidak melanggar syariat. Sebab, mereka yang berhasil dan sukses di jalan Allah adalah mereka yang tidak berputus asa. Mereka tak gentar, terus berusaha dengan niat yang ikhlas, yakni menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa Bukan hanya ikhtiar. Kita juga harus berdoa. Sebab, sekeras apa pun upaya, jika tidak berdoa, dari mana keberhasilan datang? Bukankah segala adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala? Doa adalah permohonan dari seorang hamba kepada Allah. Doa adalah inti ibadah, begitu mendalam. Bahasa Arab mengartikan doa sebagai permintaan atau permohonan. Harapan, permintaan, pujian kepada Allah. Di tengah pandemi Covid-19–yang belum juga usai hingga hari ini–doa menjadi senjata ampuh. Doa juga merupakan sarana bagi manusia, untuk menyatakan hajat serta keperluannya, kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah juga menyukai hamba-hamba-Nya yang mau berdoa dengan sungguh-sungguh. Memohon kepada-Nya, dengan kerendahan hati. Orang yang beriman juga selalu berprasangka baik kepada Allah. Itu mengapa ia terus berdoa. Sekalipun setelah menjalankan semua ikhtiar, masih sulit rasanya keluar dari masalah, orang beriman tidak akan beprasangka buruk kepada Allah. Tidak sedikit dari mereka berhasil sembuh dari sakit parah, bahkan ketika dokter telah memvonis, “Tidak lama lagi.” Baca Juga Janji Allah pada Bangsa Yahudi Kita juga bisa belajar dari kisah Nabi Musa alaihis-salam. Di saat–dikejar pasukan Firaun–ia dan kaumnya menghadapi jalan buntu, di depan laut merah. Satu-satunya yang Nabi Musa lakukan adalah berdoa dan berharap kepada Allah. Jawabannya? Allah membantu Nabi Musa dengan membelah laut merah itu, sehingga ia dan pasukannya dapat menyeberang, dan selamat. Kisah ini juga sekaligus menjadi bukti, betapa Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya, sekalipun bagi kita situasinya sudah mustahil. Kita juga dapat mengambil pelajaran lain dari kisah istri Nabi Ibrahim alaihis-salam, yakni Siti Hajar. Ia harus berlari-lari dari Shafa ke Marwah. Berputar balik, berulang-ulang, mencari air untuk sang buah hati, Ismail alaihis-salam. Di saat semua usahanya tampak sia-sia, Allah mengabulkan doa Siti Hajar. Allah, menganugerahkan air zamzam yang berlimpah, melalui hentakan kecil kaki Ismail. Inti dari tulisan Ngelmu kali ini adalah mengingatkan–utamanya bagi kami pribadi–bahwa pada hakikatnya, segala sesuatu di dunia adalah bentuk kuasa Allah. Maka kita, di dunia ini, hanyalah seorang yang lemah, hina, dan tak punya apa-apa. Itu sebabnya, jangan pernah melupa, bahwa kita senantiasa membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terutama jika kita ingin hidup damai dan bahagia, berharaplah hanya kepada Allah. Kapan pun, di mana pun berada.
Dalamdiamku Dalam ketulusanku Dalam kesucianku Dalam cara tak biasaku Meski sulit Meski berat Meski sakit untukku Namun ku tahu ini pilihan terbaik Agar kita tak selalu saling mengharap Karna berharap hanya pantas pada sang pemberi nafas Karna berharap hanya pantas digantungkan pada sang pengatur detak jantung Pada-Nya kuberharap Dia kan
IndonesiaBertauhid Tidak semua kebaikanmuAkan dibalas dan diapresiasi oleh manusiaManusia cepat lupa dan melupakanAkan tetapi berharaplah hanya kepada AllahAllah pasti membalasnyaAllah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan seorang mukminAllah berfirman, وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” QS. Hud 115Berharaplah pada Allah saja balasannyaJangan pernah berharap pada manusiaEngkau akan kecewaDalam pelajaran TAUHID Kita diajarkan agar hanya berharap pada Allah sajaIni menandakan semakin Ikhlasnya seseorangAdapun balasan manusiaTidak kita harap-harapkanJika mereka balas berbuat baikMaka alhamdulillahJika mereka tidak membalas dengan kebaikankita tidak akan sakit hati dan kecewaBetapa indahnya hanya berharap kepada AllahSegeralah beramal baik dan menyebarkan manfaatAllah berfirman, ﻓَﻤَﻦ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺮْﺟُﻮ ﻟِﻘَﺎﺀ ﺭَﺑِّﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻌْﻤَﻞْ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ ﺭَﺑِّﻪِ ﺃَﺣَﺪًﺍ “Barangsiapa BERHARAP perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” SQ. Al Kahfi 107- 110.Sangat ingin kita berkata Sebagaimana perkataan para Nabi dan orang yang ikhlasﻭَﻣَﺎ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﺮٍ ۖ ﺇِﻥْ ﺃَﺟْﺮِﻱَ ﺇِﻟَّﺎ ﻋَﻠَﻰٰ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ “Dan aku sekali-kali tidak minta upah/balasan kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.” [asy-Syu’ara’164] Yogyakarta TercintaPenyusun Raehanul BahraenArtikel amal baik, amalan, berharap, berharap pada manusia, berharap wajah Allah, harapan, kebaikan, kecewa, menyia-nyiakan, mukmin, pertemuan dengan Allah
Danhanya kepada Tuhanmulah engkau patut berharap dengan selalu bertawakal serta mengharap rahmat dan rida-Nya 94:8, 94 8, 94-8, Surah Alam Nasyrah 8, Tafsir surat AlamNasyrah 8, Quran Al Insirah 8, Al Insyirah 8, Al-Insyirah 8, Surah Alam Nasyrah ayat 8, # Dalam ayat ini, Allah menegaskan agar Nabi Muhammad tidak mengharapkan pahala
Jangan Terlalu Berharap Bantuan Sama Orang Lain Kita niscaya pernah berharap bantuan pada . Misalnya mengharapkan bantuan kenaikan gaji? Berharap promosi jabatan? Berharap dicintai balik? Namun, apa yang kita rasakan dikala harapan tersebut tidak terwujud? Atau hanya menjadi lamunan semata? Pastinya kecewa, duka dan murka kan? Kenapa hal itu bisa terjadi? Mempunyai impian dan keinginan adalah hal yang wajar . Namun bila berharap bantuan kepada Selain Allah, maka kita akan selalu memikirkan itu bahkan hingga terobsesi dan lupa pada kenyataan. Jika telah lupa pada kenyataan akan membuat logika sehat kita tertutup. Padahal kenyataan tidak senantiasa indah. Bisa saja keinginan tersebut sirna dan menciptakan depresi dan kecewa. Lalu semestinya apa yang harus dilaksanakan semoga tidak terlampau mengharap dari ? biar menangkal rasa kecewa dan marah? terlebih dikala cita-cita selama ini tak menjadi realita? Rasa kecewa timbul apabila menggantungkan keinginan yang terlalu tinggi pada orang lain. Padahal manusia mempunyai kekurangan. Mereka sama seperti kita, makhluk tak berdaya tak berkekuatan kecuali atas izin Allah SWT. Karena itu mari kita minimalisir mengharap selain Allah. Cukup Allah saja. Sayyidina Ali pernah berkata “Aku telah pernah mencicipi semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit yaitu berharap kepada manusia.” Ali bin Abi Thalib Imam Syafi’i berkata “Ketika kamu berlebihan berharap pada seseorang, maka Allah akan timpakan padamu pedihnya harapan-harapan kosong. Allah tak suka jika ada yang berharap pada selain Dzat-Nya, Allah menghalangi cita-citanya supaya beliau kembali berharap hanya terhadap Allah SWT.” Sebaik-baiknya berharap hanyalah terhadap Allah Allah berfirman dalam surat Al insyirah ayat 8 وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ “dan cuma kepada Rabb-mu hendaknya kamu berharap” Pernahkah kita berdoa meminta pada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Allah SWT adalah Rabb sang Pencipta ummat insan dan seluruh makhluk di dunia ini. Dia Maha Mendengar Doa para hamba-Nya. Dialah Allah Khalik di alam semesta ini. Apabila seseorang cuma berharap kepada Allah, maka Inshaa Allah apapun hasilnya, kita akan pasrah dan damai, alasannya itu telah kehendak-Nya. Seseorang akan menyerahkan seluruh urusannya terhadap Allah. Sekalipun yang diterima bertentangan dengan apa yang diinginkannya. Kata kata Islami Jangan Berharap Terlalu Sama Siapapun, cukuplah pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu Alam.
Sayangnya sering kali terlalu berharap pada orang lain hanya berujung pada kekecewaan. Berikut kata-kata terlalu berharap pada orang lain. "Ketika hatimu terlalu berharap kepada manusia maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka
BOLEHKAH kita berharap? Berharap atau mengharapkan sesuatu itu sudah menjadi kewajaran bagi setiap manusia. Terlebih manusia terkadang sering menyalahi ketentuan berharap. Tentu manusia boleh berharap hanya pada Allah tak terkecuali, karena jikalau kita berharap kepada manusia, maka kita malah menuhankan manusia. Adapun seorang manusia yang berharap pada mesin, alam kejadian-kejadian, dan lain sebagainya. Contohnya seorang pramugari sebagai pengarah di dalam pesawat sering memberi peringatan kepada para penumpang, mereka berpikir dengan canggihnya teknologi, mahirnya pilot, mereka menjamin keselamatan penumpang. Padahal jikalau seorang pramugari mengarahkan untuk mengawali dengan ajakan berdo’a dan berharap kepada Allah, maka permintaan keselamataan Allah-lah tempat berharap. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa para malaikat pun berharap kepada Allah agar ditempatkan di syurga. Nabi pun berharap agar ditempatkan di syurga. Berharap kepada Allah memang fitrahnya manusia. Orang-orang yang kurang menaruh harap kepada Allah SWT, akhirnya cenderung menaruh harapan berlebihan kepada dirinya sendiri atau orang lain. Bahayanya seseorang tidak akan terjamin keselamatannya. Allah berfirman “Wahai anak Adam, bersungguh-sungguhlah engkau beribadah keada-Ku. Niscaya Aku akan memenuhi dada engkau dengan kecukupan dan Aku akan menanggung kefakiran engkau, bilamana engkau tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi dada engkau dengan kesibukan dan Aku tidak akan menanggung kefakiran engkau,” Tidak berprikemanusiaan jikalau seorang manusia mengharapkan sesuatu kepada manusia. Segala haknya untuk mengharapkan kebebasan berharap sungguh tidak akan menjamin segalanya kecuali hanya kepada Allah semata.[] Sumber Percepat Rezeki Dalam 40 Hari dengan Otak Kanan/ Ippho Santosa/ Cetakan 2011
. vc56wlfxt4.pages.dev/878vc56wlfxt4.pages.dev/526vc56wlfxt4.pages.dev/925vc56wlfxt4.pages.dev/831vc56wlfxt4.pages.dev/254vc56wlfxt4.pages.dev/35vc56wlfxt4.pages.dev/471vc56wlfxt4.pages.dev/350vc56wlfxt4.pages.dev/693vc56wlfxt4.pages.dev/512vc56wlfxt4.pages.dev/773vc56wlfxt4.pages.dev/363vc56wlfxt4.pages.dev/977vc56wlfxt4.pages.dev/51vc56wlfxt4.pages.dev/553
berharap hanya pada allah